Selasa, 07 November 2017

politik hukum

Sudah banyak penertian atau definisi tentang politik hukum yang diberikan oleh para ahli di dalam berbagai literatur. Dengan mengambil subtansinya yang sama, dapatlah penulis kemukakan bahwa politik hukum adalah “legal policy atau garis kebijakan resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.” Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksud untuk mencapai tujuan negara yang seperti tercantum di dalam pembukaan UUD 1945.

Definisi yang pernah dikemukakan pakar lain menunjukan adanya persamaan substantif dengan definisi yang penulis kemukakan. Padmo wahjono mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk. Didalam tulisannya yang lain padmo wahjonomemperjelas definisi tersebut dengan mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggaraan negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukum sesuatu yang didalamnya termasuk pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum. Teuku mohammadradhie mendefinisikan politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku diwilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.

Satjipto raharjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat yang cakupannya meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar, yaitu 1) tujuan apa yang hendak dicapai dengan sistem yang ada; 2) cara-cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik yang dipakai dalam mencapai tujuan tersebut; 3) kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah; 4)dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut dengan baik. Mantap ketua perancang kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) Soedarto mengemukakan bahwa politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan digunakanuntuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat  dan untuk mencapai apa yang untuk dicita-citakan. Pada tahun 1986, soedarto mengemukakan kembali bahwa politik hukum merupakan upaya untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu.

Hukum sebagai alat

Berbagai pengertian atau definisi tersebut mempunyai substansi makna yang sama dengan definisi yang penulis kemukakan yakni bahwa politik hukum itu merupakan legal policy tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak diberlakukan untuk mencapai tujuan negara. Disini hukum diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara. Terkait dengan ini surnayati hartono pernah mengemukakan tentang “hukum sebagai alat” sehingga secara praktis politik hukum juga merupakan alat atau sarana dan langka yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan hukum nasional guna mencapai cita-cita bangsa dan negara. Dasar pemikiran dari berbagai definisi yang seperti ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara kita mempunyai tujuan.

Dasar pemikirn dari berbagai definisi yang seperti ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara kita mempunyai tujuan yang harus dicapai dan upaya untuk mencapai tujuan itu dilakukan dengan menggunakan hukum sebagai alatnya melalui pemberlakuan atau penindakkuan hukum-hukum sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan yang dihadapi oleh masyarakat dan negara kita.

Politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau jaga panjang dan ada yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen misalnya pemberlakuan prinsip yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Di sini terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat didalam UUD sekaligus berlaku sebagai politik hukum.

Adapun bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut misalnya, pada periode 1973-1978 ada politik hukum untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi dalam bidang-bidang hukum terntu, pada periode 1983-1988 ada politik hukum untuk membentuk peradilan tata usaha negara, dan periode 2004-2009 ada lebih dari 250 rencana pembuatan UUD yang dicantumkan didalam program legislasi nasional (prolegas).

 

Hukum sebagai produk politik

jika didengar secara sekilas pernyataan “hukum sebagai produk politik” dalam pandangan awam bisa dipersoalkan, sebab pernyataan tersebut memosisikan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan yang ditentukan oleh politik. Apalagi dalam tataran ide atau cita hukum, lebih-lebih dinegara yang menganut supremasi hukum,politiklah yang diposisiskan sebagai variabel yang terpengaruh (dependent variabel) oleh hukum.

Secara metodologis-ilmish sebenarnya tidak ada yang salah dari pernyataan tersebut, semuanya benar, tergantung pada asumsi dan konsep yang dipergunakan. Ini pula yang melahirkan dalil bahwa kebenaran ilmiah itubersifat relatif, tergantung pada asumsi dan konsep-konsep yang dipergunakan. Dengan asumsi dan konsep tertentu satu pandangan ilmiah dapat dikatakan bahwa hukum adalah produk politik, tetapi dengan asumsi dan konsep tertentu yang lain satu pandangan ilmiah dapat mengatakan sebaiknya, bahwa, politik adalah politik hukum. Artinya, secara ilmiah, hukum dapat determinan terhadap politik, tetapi sebaliknya dapat pula politik determinan terhadap hukum. Jadi dari sudut metodologi, semuanya benar secara ilmiah.

Pernyataan akan hukum adalah produk politik adalah benar jika didasarkan pada dass sein dengan mengkonsepkan hukum sebagai undang-undang. Tetapi ketika hukum dilihat dari dass sollen maka tidaklah benar hukum adalah produk poliik.

 

Kesimpulan :

Didalam bukuyang dibuat oleh prof, mahfud MD, bahwasanya beliau sangat menyakini akan hukum yang ada adalah produk dari perpolitikan yang ada, jika dilihat dari segi tulisan yang ada dalam buku, buku tersebut menggambarkan bahwa hukum sebagai prodak politik terjadi di wilayah indonesia. Saya sangat setuju dengan apa yang disampaikan oleh beliau dalam bukunya, dikarenakan beliau melihat hukum dalam konteks sebagai alat untuk mensejahterakan rakyat, bukannya untuk mengekang rakyat. Banyak kebijakan hukum yang dilakukan pemerintah yang sangat bertentangan dengan nilai hukum yang ada, dan banyak pula undang-undang yang tidak singkron dalam  pembahasan undang-undang yang lain. Ketika kita mencermati kebijakan hukum yang dibuat oleh pemerintah banyak sekali yang keluar jalur, salah satu contohnya adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh badan legislatif yang membentuk pansus hak angket KPK. Ketika kita berbicara menganai pansus hak angket KPK maka disini timbul tanda tanya, apakah KPK masuk dlam kajian eksekutif, sedangkan hak angket biasanya digunakan untuk kepentingan mendesak dan untuk melakukan evaluasi terhadap pemerintahan. Contoh lain dari hukum yang ketidak jelasan adalah di dalam UU MD3 di dalam pasal 65 ayat 1 mengenai hak imunitas yang berbunyi “Anggota MPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam sidang atau rapat MPR ataupun di luar sidang atau rapat MPR yang berkaitan dengan tugas dan wewenang MPR. Nah dengan adanya bunyi pasal ini maka menjelaskan bahwa memang benar bahwa hukum adalah produk politik, buktinya saja dengan adanya pasal ini, padahal di dalam hukum sendiri ada asas yang mengatakan tidak ada seorang pun yang kebal terhadap hukum. Apabila dalam berjalan waktu demi waktu pasal ini tidak ditindak maka akan timbullah suatu perpecahan dimana secara tidak langsung pembicaraan atau pernyataan anggota dewan bisa saja menyulut perpecahan atau adu domba, seperti halnya kasus viktor loius kodat anggota DPR dan anggota partai politik NASDEM yang dimana pernyataannya menyulut perpervahan diantara umat beramagam, suku dan ras. Ada juga pasal yang membuat kita bingung yaitu mengenai hak angket tadi pasal 77 ayat 3 berbunyi “Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau  kebijakan  Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis,dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang di duga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal ini juga telah jelas bahwasanya yang dimaksud adalah kebijakan pemerintah yaitu meliputi eksekutif yudikatif dan legislatif. Jika berbicara pemerintahan, maka KPK terlepas dama bidang tersebut karna mereka dapat dikatakan independent, seharusnya pasal ini dan fungsi ini dilakukan dan digunakan untuk mengusut kasus kebijakan pemerintah yang mencabut morotorium pembangunan reklamasi, bukan untuk KPK. Dalam banyaknya pandangan yang dimuat di buku maupun apa yang dikatakan oleh prof mahfud MD saya sangat setuju dikarenakan itu tadi beliau berpegang teguh pada prinsip akademisi hukum rill bukan hukum politik.

Ketika hukum dikatakan sebagai produk dari politik seperti yang dikemukakan oleh mahfud md mungkin 75% semuaorang akan mempercayainya, dikarenakan bahwa selama ini hukum yang dibuat oleh anggota DPR yang berasal dari parpol selalu memutuskan sesuatu atyran yang berbau politik atau aturan tersebut bersifat sementara. Ketika kita melihat sesuatu aturan yang sementara yang dibuat oleh DPR, maka kita akan langsung berfikir mengenai isu presidensial treshold 25%. Mengapa ini dikatakan sebagai aturan sementara, dikarenakan sifat dari pembuatan aturan ini tersediri terlihat sangat mendukung anggota parpol yang dominan dan peraturan PT25% ini dibuat untuk keuntungan parpol yang sekarang sedang memimpin au memprakasai lembaga. Jika berbicara mengenai hukum politik dan politik hukum sangatlah luas dan lebar, dikarenakan keduanya sangat mengalami tarik ulur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengertian produksi dalam Islam

A.      P engertian Produksi Produksi merupakan urat nadi dalam kegiatan ekonomi,dalam kegiatan ekonomi tidak akan pernah ada kegiatan kon...