Selasa, 07 Juli 2020

A. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Beberapa kalangan masyarakat masih mempertanyakan perbedaan antara bank syariah dengan konvensional. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menganggap bank syariah hanya trik kamuflase untuk menggaet bisnis dari kalangan muslim segmen emosional. Sebenarnya cukup banyak perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional, mulai dari tataran paradigma, operasional, organisasi hingga produk dan skema yang ditawarkan. Paradigma bank syariah sesuai dengan ekonomi syariah yang telah dijelaskan di muka.

Jenis perbedaan

Bank syariah

Bank konvensional

Landasan hukum

Al Qur`an & as Sunnah + Hukum positif

Hukum positif

Basis operasional

Bagi hasil

Bunga

Skema produk

Berdasarkan syariah, semisal mudharabah, wadiah, murabahah, musyarakah dsb

Bunga

Perlakuan terhadap Dana Masyarakat

Dana masyarakat merupakan titipan/investasi yang baru mendapatkan hasil bila diputar/di’usahakan’ terlebih dahulu

Dana masyarakat merupakan simpanan yang harus dibayar bunganya saat jatuh tempo

Sektor penyaluran dana

Harus yang halal

Tidak memperhatikan halal/haram

Organisasi

Harus ada DPS (Dewan Pengawas Syariah)

Tidak ada DPS

Perlakuan Akuntansi

Accrual dan cash basis (untuk bagi hasil)

Accrual basis

 

 

A.    Akad dan Aspek Legalitas

Dalam bank syari’ah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggung jawaban hingga yaumil qiyamah nanti.

Setiap akad dalam perbankan syari’ah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut.

a.       Rukun  Seperti: - Penjual

                    - Pembeli

              - Barang

              - Harga

              - Akad / Ijab-Qabul

 

 

 

 

b.      Syarat Seperti syarat berikut: 

-          Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syari’ah.

-          Harga barang dan jasa harus jelas.

-          Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi.

-          Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.

B.     Lembaga Penyelesai Sengketa

Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada Perbankan Syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di pengadilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.

Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.

 

1.      Dewan Syariah Nasional (DSN)

Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Tanah Air. Berkembang pulalah jumlah DPS yang berada dan mengawasi di masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di tanah Air, menganggap perlu dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional (DSN).

Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah Majelis  Ulama Indonesia dipimpin oeh Ketua Majelis Ulama Indonesia dan Sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa anggota.

Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi Bank Syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti Asuransi, Reksadana, Modal Ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya.

Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasukan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan. Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan Syariah.

Dewan Nasional Syariah dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah diterapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional telah menerima laporan dari dewan pengawas syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.

Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan.Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia, Departement Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersrbut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tondakaannya yang tidak sesuai syariah.

 

2.      Dewan Pengawas Syariah

Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan syariah. Hal ini karena karena transaksi-transaksi yang berlalu dalam bank syariah saat khusus jika di banding bank konvensional. Karena itu, diperlukan garis panduan (guideline) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional.

Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala ( biasanya tiap tahun) bahwa bank yan diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini di buat dalam laporan tahunan bank bersangkutan.

Tugas lain Dewan Pengas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan di fatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.

Peran DPS dalam Memajukan Perbankan Syariah.

Industri Perbankan Syariah di Tanah Air butuh peran yang kuat dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di masing-masing bank syariah, guna memajukan industri ini agar bisa tumbuh dan berkembang dengan lebih signifikannya untuk ke depannya. Peran DPS perbankan syariah  ini  sangatlah  strategis bagi pengembangan  di industri ini, karena apabila DPS di masing-masing bank syariah bisa optimal di dalam menjalankan tugasnya, maka bank syariah tersebut akan bisa dipercaya oleh masyarakat. Dampak ikutannya adalah bank syariah tersebut  akan bisa lebih optimal pula di dalam mengembangkan bisnisnya.

Pertama, peran dan fungsi pengawasan oleh DPS dalam perbankan syariah belum sesuai dengan prinsip-prinsip pengawasan yang dikenal dalam sejarah Islam (Wilayat al Qadha, wilayat al Mudhalim dan al Hisbah). Pengawasan DPS hanya mengambil sebagian kecil dari domain dan kompetensi sistem pengawasan yang dilakukan oleh Wilayat al Qadha, wilayat al Mudhalim dan al Hisbah.

Kedua, peran dan fungsi pengawasan oleh DPS dalam perbankan syariah secara umum telah berjalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Ketiga, kinerja peran dan fungsi DPS dalam mengawasi perbankan syariah di Indonesia belum optimal.

Kelima kendala optimalisasi pengawasan syariah DPS ada yang bersifat internal seperti skill & kompetensi DPS, ketersediaan waktu DPS, dan lain-lain. Ada yang bersifat eksternal organik diantaranya tidak adanya organisasi structural dibawah DPS. Dan yang bersifat eksternal manajerial diantaranya kurangnya support manajemen dalam penyediaan infrastruktur dan hak-hak DPS.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengertian produksi dalam Islam

A.      P engertian Produksi Produksi merupakan urat nadi dalam kegiatan ekonomi,dalam kegiatan ekonomi tidak akan pernah ada kegiatan kon...