Selasa, 07 Juli 2020

Tenaga Kerja, Sistem kerja dan K3

Istilah tenaga kerja pastinya sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan dari kita. Kita sering kali mendengarkan istilah ini di berbagai media, baik komunikasi secara langsung ataupun dari media massa seperti berita. Masalah tenaga kerja juga merupakan masalah yang masih dirasakan cukup besar bagi masyarakat Indonesia sendiri

Menurut Undang Undang no 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2, dinyatakan dengan jelas bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna untuk menghasilkan barang atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau masyarakat.Secara garis besar, seluruh penduduk di suatu Negara pada umumnya dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk yang digolongkan sebagai tenaga kerja pada umumnya telah memasuki usia kerja.

Secara umum, usia tenaga kerja yang berlaku di Indonesia adalah dari umur 15 tahun hingga 64 tahun. Menurut pengertian ini juga setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Memang ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja.

Ada yang menyebutkan bahwa usia tenaga kerja yang pantas adalah 17 tahun dan ada juga yang menyebutkan di atas 20 tahun. Bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun, karena anak-anak jalanan sudah dikatakan sebagai tenaga kerja. Berdasarkan penduduknya, tenaga kerja dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Tenaga kerja yang merupakan jumlah dari seluruh penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika ada permintaan kerja. Menurut UU tenaga kerja, merkea yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja adalah mereka yang berusia 15 hingga 64 tahun.

2. Bukan tenaga kerja yang merupakan mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan kerja. Menurut UU tenaga kerja, mereka adalah penduduk di luar usia, yang berada di bawah 15 tahun atau diatas 64 tahun, misalnya pensiun, lansia dan anak-anak.

Berdasarkan batas kerja, tenaga kerja ini sendiri dibedakan ke dalam beberapa kelompok, yaitu :

1. Angkatan kerja yang merupakan penduduk dengan usia produktif, yang berusia 15 sampai 64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, ataupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.

2. Bukan angkatan kerja merupakan mereka yang berusia 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya. Contohnya adalah anak sekolah, ibu rumah tangga, orang cacat, dan para pengangguran sukarela.

prosedur dan sistem kerja karyawan

A. Ketentuan mengenai sistem waktu kerja pekerja ini dapat kita temui dalam Paragraf 4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), khususnya Pasal 77 s/d Pasal 85 UUK. Pasal 77 ayat (1) UUK mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan waktu kerja. Ketentuan waktu kerja ini telah diatur oleh pemerintah yaitu:

1.      7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

2.       8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

 Akan tetapi, ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu seperti misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan (lihat Penjelasan Pasal 77 ayat [3] UUK).

Di sisi lain, ada pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan terus-menerus, termasuk pada hari libur resmi (lihat Pasal 85 ayat [2] UUK). Pekerjaan yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam Kepmenakertrans No. Kep-233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Dan dalam penerapannya tentu pekerjaan yang dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke dalam shift-shift.

Sebelum berlakunya UUK, ada ketentuan yang mengatur bahwa pejabat yang berwenang juga mengarahkan perusahaan untuk menambah jumlah tenaga kerja atau menggunakan sistem kerjashift (Pasal 5 Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. INS-03/M/BW/1991 tentang Pelaksanaan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Lebih Dari 9 Jam Sehari dan 54 Jam Seminggu). Lebih jauh, simak Waktu Kerja Lembur Lebih Dari 54 Jam Seminggu.

Dengan berlakunya UUK, ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi sehingga ketentuan mengenai jam kerja saat ini mengacu pada UUK. Karena tidak diatur secara spesifik mengenai berapa jam seharusnya 1 (satu) shift dilakukan, maka pimpinan (management) perusahaan dapat mengatur jam kerja (baik melalui Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja maupun Perjanjian Kerja Bersama). Pengaturan jam kerja tersebut harus disesuaikan dengan ketentuan:

a.      Jika jam kerja di lingkungan suatu perusahaan atau badan hukum lainnya (selanjutnya disebut “perusahaan”) ditentukan 3 (tiga) shift, pembagian setiap shift adalah maksimum 8 (delapan) jam per-hari, termasuk istirahat antar jam kerja (Pasal 79 ayat 2 huruf a UUK)

b.      Jumlah jam kerja secara akumulatif masing-masing shift tidak boleh lebih dari 40 (empat puluh) jam per minggu (Pasal 77 ayat [2] UUK).

c.      Setiap pekerja yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja 8 (delapan) jam/hari per-shift atau melebihi jumlah jam kerja akumulatif 40 (empat puluh) jam per minggu, harus sepengetahuan dandengan surat perintah (tertulis) dari pimpinan (management) perusahaan yang diperhitungkan sebagai waktu kerja lembur (Pasal 78 ayat 2 UUK).

Alat Sefty Yang Diberikan Kepada Pekerja

Bagi seorang pekerja dan perusahaan, keselamatan kerja menjadi hal utama. Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 ini juga diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Perusahaan dan pekerja sama-sama harus mengetahui tentang keselamatan kerja sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan standarisasi.

APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD ini terdiri dari kelengkapan wajib yang digunakan oleh pekerja sesuai dengan bahaya dan risiko kerja yang digunakan untuk menjaga keselamatan pekerja sekaligus orang di sekelilingnya. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Dan pengusaha wajib untuk menyediakan APD sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi pekerjanya.

Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tetapi otak dalam melakukan kerja. akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja. hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.

Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar:

Buruh profesional - biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja

Buruh kasar - biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja

Maka dari itu semua marilah kita pahami mengenai pekerja dan mulailah peduli akan tiap tindakan atau putusan yang dilakukan pekerja dan pemberi pekerjaan untuk kemajuan dan kemaslahatan semua pihak sehingga tidak ada perselisihan antara pekerja dan pemberi kerja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengertian produksi dalam Islam

A.      P engertian Produksi Produksi merupakan urat nadi dalam kegiatan ekonomi,dalam kegiatan ekonomi tidak akan pernah ada kegiatan kon...